PERBANDINGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BONGGOL PISANG (MUSA PARADISIACA) DAN KULIT NANAS (ANANA COMOSUS L.MERR) TERHADAP PENGOMPOSAN

Juherah Juherah, Riska Wati

Abstract


Sampah merupakan buangan dari hasil kegiatan baik rumah tangga, perkantoran, pasar dan lain-lain.Sampah di Indonesia setiap tahunnya semakin meningkat. Sampah jika dibiarkan  dapat menimbulkan berbagai masalah seperti, keindahan, kenyamanan dan juga masalah kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penambahan aktivaktor bonggol pisang (Musa paradisiaca) dan kulit nanas (Anana comosus L.Merr) terhadap pengomposan dari sisa sayuran, kotoran sapi dan serbuk gergaji. Jenis penelitian yng digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu dengan sampel sebanyak 19 perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas kompos pada masing-masing perlakuan memenuhi syarat yaitu pH 7,5, kelembaban 60%, suhu 30oC, berwarna coklat kehitaman, berbau tanah. Hasil uji statistiknya yaitu 1,000 > 0,005 dan lama waktu kematangan kompos dengan aktivator bonggol pisang konsentrasi 300 ml matang pada hari ke 18, kompos dengan aktivator bonggol pisang 200 ml matang pada hari ke ke 20, kompos dengan aktivator bonggol pisang konsentrasi 100 ml matang pada hari ke 22. Sedangkan Kompos dengan aktivator kulit nanas konsentrasi 300 ml matang pada hari ke 20, kompos dengan aktivator kult nanas konsentrasi 200 ml matang pada hari ke 21,kompos dengan aktivator kulit nanas konsentrasi 100 ml matang pada hari ke 22 dan kompos tanpa aktivator matang pada hari ke 23. Hasil uji statistinya yaitu 0,003 < 0,005.Kesimpulan, penambahan aktivator bonggol pisang dan kulit nanas konsentrasi 300 ml, 200 ml, dan 100 ml mampu mempercepat pengomposan dengan kualitas yang memenuhi syarat. Sebaiknya masyarakat memanfaatkan sampah organik untuk dijadikan kompos atau aktivator dan dimanfaatkan untuk kegiatan bercocok tanam.

Kata Kunci : Aktivator Bonggol Pisang, Aktivator Kulit Nanas, Pengomposan.

Full Text:

Full Article PDF

References


Edi Warsidi. 2008. Mengolah Sampah Menjadi Kompos. Bekasi : Mitra Utama.

Endang Astuti Handayani. 2019. Mikro Organisme Lokal. (online) http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/71672/Mikro-Organisme-Lokal------------------------------------------------------------------------------------Bonggol-Pisang-/. (Diakses tanggal 9 Januari 2021)

Karyono, T., & Laksono, J. (2019). Kualitas Fisik Kompos Feses Sapi Potong dan Kulit Kopi dengan Penambahan Aktivator Mol Bongkol Pisang dan EM4. Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of Animal Science), 21(2), 154. https://doi.org/10.25077/jpi.21.2.154-162.2019

Mulyono. 2016. Membuat Miktoorganisme Lokal (Mol) Dan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Nurul Fajriah Sudarman. 2020. Kemampuan Mikroorganisme Lokal Bonggol Pisang Sebagai Sumber Nutrisi Mikroorganisme Terhadap Proses Pengomposan Sampah Organik. Skripsi. Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Makassar.Anhar, A. dkk. 2018. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan Berbasis Konsèr Asia dan Budidaya kopi Rama Lingkungan. Banda Aceh. Syah Kuala University Press.

Supionor, Juanda, & Hardiono. (2018). Perbandingan Penambahan Bioaktivator EM4 (Effective Microorganisme) dan MOL (Microorganisme Local) Kulit Nanas (Anana Comosus L. Merr) Terhadap Waktu Terjadinya Kompos. Kesehatan Lingkungan, 15(1), 567–572. http://ejournal.kesling-poltekkesbjm.com/index.php/JKL/article/view/41

Teti Suryati. 2014. Bebas Sampah Dari Rumah. Jakarta Selatan: PT Agromedia.

Windriati. 2019. Mikro Organisme Lokal (Mol) Buah. (online) http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/75833/MIKRO-ORGANISME-LOKAL-MOL-BUAH/. ( Diakses tanggal 9 Januari 2021)

Yovita Hety Indrianti. 2011. Membuat Kompos, Secara Kilat. Jakarta: Swadaya.

Yonita Hety Indrianti, Praseya W. 2017. Cara Mudah & Cepat Buat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.




DOI: https://doi.org/10.32382/sulolipu.v22i1.2635

Refbacks

  • There are currently no refbacks.



Media Sulolipu terindex

    

        

Media Reference Manager

       

View My Stats

Flag Counter

didukung oleh:

Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia